Jalanlah Di Jalanmu, Maka Dia Akan Menjadi Kakimu
@DeeR
“Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu
dustakan”(Qs. Ar-Rahman: 13).
Tiba-tiba
handphoneku berdering dengan
kerasnya. Aku terperanjat dari kursi yang aku duduki dan hampir jatuh
dibuatnya. Beberapa saat kemudian aku tersadar posisiku berada di kantor guru.
Ya, hari ini adalah hari pelatihan lomba Olimpiade Kimia. Terhitung sudah
sepuluh hari lagi menuju lomba itu. Bebanku semakin terasa berat karena saat
yang bersamaan aku harus mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional yang
kurang lebih sebulan lagi. Ketika temanku pulang sekitar pukul 15.00, aku harus
pergi ke kantor guru sampai pukul 19.30 untuk pelatihan lomba itu. Hampir dua
belas hari lamanya rutinitas seperti ini aku lakukan, bahkan hari minggu aku
harus ke rumah guru pembimbingku.
Singkat
cerita hari ini adalah hari pertama perlombaanku. Ridho orang tua, kepala
sekolah, teman-teman sekelas beserta lambaian tangan mereka ketika mobil kami
melaju yang menemani keberangkatanku pagi itu. Lomba itu dilaksanakan di kota
Semarang tepatnya di UNDIP. Perjalanan kurang lebih lima jam dari daerahku.
Sampailah aku dan guru pembimbingku di UNDIP, ternyata tepat setelah kami
sampai disana technical meeting lomba
usai dilaksanakan. Aku tidak terlalu ambil pusing tentang itu karena di form
pendaftaran sudah dicantumkan berbagai ketentuan dan peraturan lomba. Aku
langsung bercampur dengan peserta lain menuju tempat penginapan kami. Kami akan
berada disini selama tiga hari sesuai dengan sesi lombanya yang juga tiga sesi.
Jadi, sehari satu sesi lomba. Tibalah aku disesi pertama lomba. Sesi ini,
teknis lombanya adalah pilihan ganda. Menurutku, ini tidak terlalu sulit.
Namun, ada satu masalah besar yang terjadi. Ternyata technical meeting kemarin membahas perubahan peraturan lomba. aku
yang hanya mengerjakan soal yang benar-benar kuyakini kebenarannya karena
diperaturan awal ada pengurangan poin untuk jawaban salah. Aku diberitahu
perubahan ini setelah aku selesai mengerjakannya. Ya, kecewa berat yang kurasakan
saat itu. Semangatku menghadapi sesi kedua telah runtuh dan itu berimbas pada
sesi kedua. Dari dua puluh soal uraian, aku hanya bisa mengerjakan setengahnya.
Namun, semangatku kembali di sesi ketiga karena memang aku suka sekali dengan
praktek.
Ketika
itu aku duduk di depan Fakultas MIPA bersama guruku untuk mengulang soal
praktek. Kemudian, ada seorang peserta dengan guru pembimbingnya menghampiri
kami. Kami berkenalan dan dia bercerita banyak hal. Ternyata dia mendapatkan
bocoran kalau prakteknya bukan titrasi sederhana, tetapi titrasi lanjutan yang
notabene ada empat jenis. Kulihat dia sudah mempersiapkan dengan baik. Seketika
keringat dingin mengalir dari dahiku, seluruh tubuhku gemetar. Ingin rasanya
aku menangis sekencang-kencangnya tapi kutahan itu semua. Guruku yang menyadari
kondisiku mengajakku untuk sholat dhuha. Lalu dengan sekejap, guruku menyuruhku
mempelajari salah satu dari keempat jenis itu yang aku sukai. Akhirnya aku
memilih yang paling sederhana. Subhanallah,
ternyata yang kupelajari singkat itu keluar dalam soal praktek. Tidak
henti-hentinya aku mengucapkan syukur kepadaNya. Inilah kekuatan dari sholat
dhuha. Malam penghargaan pun tiba. Aku pasrah terhadap hasilnya, apapun itu.
Setelah dibacakan siapa saja yang menyabet juara satu sampai tiga, aku
tertunduk lesu. Hampir sebulan aku mempersiapkan ini semua hanya untuk kekalahan.
Kekecewaanku
terus berlanjut dari drilling ujian
nasional sampai pelaksanaan ujian nasional. Sebelumnya aku sudah dipesan oleh
guru matematika untuk mendapatkan nilai sempurna. Namun, kenyataan berbalik
mencekikku. Nilai matematikaku hanya 9.50. Artinya ada dua nomor yang salah dan
itu sakit sekali rasanya. Belum lagi mata pelajaran yang lain yang hanya
dibawah sembilan. Seakan yang ada di dalam diriku hanya kekecewaan yang
mendalam. Ingin rasanya aku menangis seharian. Namun, apa daya semua sudah
terjadi. Percuma menangisi semuanya. Padahal sebelumnya aku pernah menolak
suatu kesempatan yang bisa dibilang sangat langka. Aku ditawari langsung oleh
pihak perusahaan untuk menjadi karyawannya tanpa seleksi dengan gaji lima juta
lebih. Aku menolaknya karena pertimbangan jauh dari orang tua mengingat aku
adalah anak satu-satunya. Jadi, aku lebih memilih untuk mendaftar kuliah jalur
undangan. Belum usai lukaku karena lomba dan ujian nasional, hari ini ditambah
lagi dengan tidak diterimanya aku di perguruan tinggi negeri lewat jalur
undangan. Aku ingin sekali mewujudkan cita-citaku waktu kecil yaitu menjadi
seorang pendidik. Namun, kesempatan pertama sudah hilang dariku. Padahal sehari
setelah pengumuman itu aku harus melaksanakan wisuda di SMK ku. Wisuda yang
harusnya diliputi rasa gembira karena telah lulus, akan tetapi aku datang
dengan muka murung dan penuh beban. Entah apa yang harus ku perbuat. Aku
kasihan kepada kedua orang tuaku yang menggantungkan satu-satunya harapan
padaku. Mereka rela mengorbankan apapun untuk masa depanku. Walaupun pekerjaan
mereka hanyalah seorang petani dan buruh tidak tetap, mereka ingin sekali aku
meraih cita-cita itu. Namun, cahaya kembali bersinar di dalam hatiku
mengalahkan kekecewaanku. Aku terpilih sebagai lulusan terbaik yang artinya
walaupun di ujian nasional aku kalah saing, tetapi di semua ujian beserta
raport aku tetap yang nomor satu.
Satu
per satu jalan dibukakan olehNya. Aku serius mempersiapkan seleksi tertulis
masuk universitas. Walaupun aku dari IPA aku mendaftar di IPS. Walaupun hanya
dua minggu dan belajar dari awal, namun motivasiku mengalahkan ketidakmungkinan
itu. Akhirnya, aku diterima di universitas Sebelas Maret Solo dengan program
studi pendidikan Ekonomi. Sekarang aku sudah berada di semester tiga, dan Alhamdulillah sejauh ini aku bisa
beradaptasi dengan ilmu yang baru kukenal. Semangat mengejar cita-cita itu
masih membara dalam setiap sendi dan denyut nadiku. Seketika aku ingat salah
satu ayat Al-Qur’an yaitu surat Ar-Rahman yang sampai tiga puluh satu kali
diulangi dalam surat itu. Arti ayat itu adalah “Maka nikmat Tuhanmu manakah
yang kamu dustakan?”. Sungguh nikmat Allah tak terhitung jumlah dan nilainya. Dia
selalu bersama dengan orang yang sabar. Ketika kita terus memperjuangkan jalan
kita walaupun sering terjatuh, maka Allah akan menjadikan indah pada ujung
jalannya.
Alamat
: Sumberjo, RT02/03 Purworejo, Wonogiri, Wonogiri