Virus merah jambu atau yang sering kita sebut “cinta” adalah hal yang
tak akan habis-habisnya untuk dibahas. Setiap orang pasti pernah
merasakan cinta, setiap orang ingin nyinta dan dicinta. Dan sebagian
orang ada yang menjadikan cinta sebagai berhala. Naudzubillah.
Islam tidak pernah melarang siapapun untuk jatuh cinta, karna segala
yang ada dalam dunia ini merupakan cerminan cinta Allah yang Maha
Mencintai, mencintai makhluqnya sehingga Allah jadikan alam semesta ini
dengan kesempurnaan dan sebaik-baiknya penciptaan. Namun bagaimana
dengan perasaan cinta kepada lawan jenis yang sering kali melanda hati
manusia ???
Tidak ada larangan, dan itulah fitroh manusia. Bahkan Fatimah putri
kesayangan Nabi Muhammad pun telah jatuh cinta kepada Ali bin Abi Tholib
saat pertama kali bertemu juga Zulaikha yang tergila-gila pada Nabi
Yusuf karna pesona ketampanan Nabi Yusuf yang luarbiasa. Maka dari itu
fenomena cinta ini merupakan hal yang naluriyah, saya tegaskan kembali
bahwa adanya perasaan cinta dalam diri manusia itulah yang naluriyah.
Akan tetapi tidak jarang orang yang salah dalam menindak lanjuti
perasaan naluriyah ini sehingga kemuliaan cinta yang awalnya bersifat
manusiawi kini berubah menjadi hewani.
Mengapa demikian ? Fenomenanya, ketertarikan dengan lawan jenis ini
dilanjutkan dengan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ajaran
agama kita, islam. Bahkan bagi mereka yang menjalaninya menganggap bahwa
“pacaran” hukumnya sah-sah saja dan manusiawi. Kembali pada perintah
yang jelas tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an, bahwasanya Allah
berfirman :
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS.Al-Isra : 32 )
Dalam ayat ini memang tidak secara langsung menegaskan bahwa pacaran
itu dilarang, namun pada realitas yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari pacaran merupakan pintu gerbang yang paling mudah untuk
memasuki jurang perzinahan. maka sangatlah pantas jika pacaran
dikategorikan sebagai implementasi perzinahan, bahkan menurut teori
psikoseksual pacaran merupakan salah satu bentuk pelampiasan seksual.
Ini berarti pengkategorian pacaran sebagai salah satu bentuk
perzinahan telah dibenarkan oleh teori-teori yang ada, karena faktanya
orang yang menjalani pacaran sangat jarang terhindar dari aktivitas:
saling bersentuhan, saling memandang, berkhalwat (berdua-duan),
bermanja-manja / melembutkan suara bagi perempuan. Padahal dalil-dalil
yang melarang aktifitas-aktifitas di atas sudah cukup jelas. Mengenai
aktifitas saling bersentuhan, Nabi Muhammad Saw bersabda :
“Kepala salah seorang ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”(HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 20/210 dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, lihat Ash-Shahihah no. 226)
Ini berarti kepala sesorang yang ditusuk dengan jarum besi saja
merupakan hal lebih baik daripada sesorang menyentuh wanita yang bukan
mukhrim, lantas bagaimana hukuman bagi orang yang saling bersentuhan
(dengan kesengajaan) ? Wallahu a’lam. Yang pasti Nabi Muhammad saw telah
memberikan peringatan keras dalam hadits tersebut.
Kemudian disusul dengan aktivitas saling memandang. Al-Qur’an sangat
jelas memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan untuk saling
menundukkan pandangan, dalam Surat An-Nisa ayat 30-31, Allah berfirman :
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat”.(An-Nissa : 30)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya……” (An-Nissa : 31)
Namun pada kenyataannya, aktivis pacaran tidak akan memperdulikan perintah agung ini.
dalam riwayat lain Dari Buraidah radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
يَا عِلِيُّ، لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ
“Wahai ‘Ali, janganlah kamu mengikutkan pandangan dengan
pandangan. Sesungguhnya bagimu hanyalah pandangan yang pertama, dan
bukan yang setelahnya”.
Artinya bahwa pandangan yang pertama adalah pandangan tiba-tiba tanpa
kesengajaan, maka adanya pandangan pertama itu diampuni, tanpa dosa.
Namun tidak boleh melanjutkan pandangan dengan pandangan yang kedua yang
dimaksudkan untuk menikmati, karna melalui pandangan pun akan
menjerumuskan pelakunya dalam kategori zina.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda :
كُتِبَ عَلَى ابْنِ أدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا،
مُدْرِكٌُ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ،
وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ
الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا،
وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ
وَيُكَذِّبُهُ
”Telah dituliskan atas Bani Adam bagian dari zina yang pasti ia melakukannya, tidak bisa tidak. Maka, zina kedua mata adalah melihat (yang diharamkan),
zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan), zina lisan
adalah berkata-kata (yang diharamkan), zina tangan adalah memegang (yang
diharamkan), zina kaki adalah melangkah (ke tempat yang diharamkan),
hati berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluan membenarkan itu semua
atau mendustakannya”.
Jadi, perintah Allah kepada hambanya baik laki-laki maupun permpuan
untuk menundukkan pandangan tidak lain adalah untuk menghindari diri
dari perbuatan zina sebagaimana telah ditetapkan bahwa zina kedua mata
adalah dengan melihat/memandang (yang diharamkan).
Larangan untuk berdua-duaan. Rasulullah saw. bersabda :
“Sungguh tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepi
(berduaan) dengan seorang wanita, kecuali yang ketiga dari keduanya
adalah syetan.” (HR. at-Tirmidzi)
Hadits ini menegaskan diharamkannya berkhalwat bagi seorang pria
dengan wanita asing atau bukan mahramnya. Karena Nabi saw melalui
syariat ini menginginkan kita menghindari banyak penyakit sosial dan
fisik.
Dalam sebuah penelitian mutakhir, diketahui bahwa ketika laki-laki
yang berkhalwat dengan perempuan yang bukan mahrom yang memiliki daya
tarik tinggi, itu akan memacu meningkatnya hormon kortisol yang
merupakan hormone petanggung jawab terjadinya stress dalam tubuh. Hanya
dengan duduknya seorang laki-laki selama lima menit bersama seorang
wanita maka laki-laki akan mengalami kenaikan hormone dengan proporsi
tinggi.
Para ilmuwan mengatakan bahwa hormon kortisol sangat penting bagi
tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh, tetapi dengan syarat mampu
meningkatkan proporsi yang rendah, jika terjadi peningkatan hormon dalam
tubuh dan berulang terus menerus proses tersebut, maka hal itu dapat
menyebabkan penyakit serius seperti penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, diabetes dan penyakit lainnya yang mungkin meningkatkan nafsu
seksual.
Melembutkan suara (bagi perempuan) juga sering terjadi dalam
aktivitas pacaran. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:
“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga
berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al-Ahzab: 32)
Mungkin sebagian kita akan berdalih “ loh, itukan hanya bersuara ?
apa salahnya kalau perempuan itu bersuara, fitrahnya perempuan memang
dengan kelembutannya !”
Ketahuilah, bahwa suara perempuan merupakan aurat yang dapat
menimbulkan fitnah bagi laki-laki. Maka dari itu dalam seni bergaul
islam hal ini sangat diperingatkan kepada wanita agar senantiasa
berbicara seperlunya kepada lawan jenis, dengan tidak melembutkan suara
dan menundukkan pandangan.
Beberapa waktu yang lalu teman saya pernah menyanggah bahwa pacaran
tidak selalu identik dengan hal-hal negative, “saya pacaran tapi merujuk
pada hal-hal yang positif, nyemangatin belajar, jadi punya temen
curhat, ya pokoknya pacaran yang positif lah!”, begitu ucap teman saya.
Kembali pada aspek-aspek pacaran, bagaimana aktivitasnya saya
pastikan ketika dua orang yang saling mempunyai rasa ketertarikan
sehingga keduanya memutuskan untuk berpacaran, maka aktivitas-aktivitas
yang ada di dalamnya tidak akan terhindar dari hal-hal yang sebelumnya
telah saya sebutkan, seperti: saling memandang, saling bersentuhan,
berdua-duaan (khalwat), dan melembutkan suara bagi perempuan. Setidaknya
kalaupun dua orang yang berpacaran tidak bersentuhan, aktivitas saling
memandang dan berkhalwat itu pasti terjadi.
Lantas bagaimana bagi mereka yang berpacaran tapi tidak pernah
bertemu sebelumnya, misalnya mereka hanya saling mengenal lewat ponsel,
komunikasi yang mereka bangun hanya lewat telepon saja ???
Kendati pun komunikasi hanya melalui telepon, pacaran apapun itu
bentuknya tidak akan terhindar dari unsur-unsur zina. Ketika dua orang
yang dimabuk cinta saling berkomunikasi, setuju atau tidak, pihak
wanita pasti akan melembutkan suara, dan keduanya akan saling bermanja.
Perlu kita ketahui bahwa dengan hanya mendengar suara wanita, itu akan
mampu membangkitkan syahwat laki-laki. Maka dari itu adanya larangan
untuk melembutkan suara ketika berbicara dengan lawan jenis bukanlah
tanpa sebab, tapi larangan itu dibuat agar manusia selamat dari azab
Allah yang amat pedih.
Apapun alasan yang dibuat manusia, tetaplah segala sesuatu yang
dilarang Allah itu berarti hukumnya haram dan mengandung banyak
mudhorot. Ada yang beralasan, “kami berpacaran semata-mata karna ingin
saling mengingatkan, dan mengajak kepada kebaikan. Mengingatkan sholat,
qiyamul lail bersama, ngaji sama-sama, itukan positif !”
Ya, aktivitasnya memang positif, tapi niatnya sudah berbeda. Rajin
sholat karena pacar, rajin ngaji karna pacar, qiyamul lail karna pacar,
bukan karna Allah. Lalu kalau sudah putus sama pacar, akankah ibadah ini
akan bertahan ?. 95% tentu tidak, ibadah ini lambat laun akan menurun,
musnah dan bisa jadi seseorang ini justru akan lebih buruk dari
sebelumnya. Ko bisa ? sangat bisa, karna segala sesuatu yang dilakukan
bukan karna Dzat yang Maha Kekal, sifatnya tidak kekal. Ia akan pudar
sedikit demi sedikit karna merasa kehilangan factor pendorong ibadahnya,
lantas dalam kurun waktu tertentu semangat ibadah ini akan hilang sama
sekali.
Maka tidak ada alasan bagi seseorang untuk mengatakan bahwa pacaran
itu positif. Lalu bagaimana solusi bagi mereka yang berpacaran agar
tidak dikategorikan zina ?
Solusinya, ya putusin pacar, dan jangan pacaran lagi. Jika memang
sudah siap untuk mempertanggungjawabkan rasa cinta, maka islam
memberikan jalan yang paling tepat dan barokah ialah dengan menikah.
Jika belum mampu menikah maka perbanyaklah berpuasa. Loh apa hubungannya
puasa dengan cinta ?. Nyambung dong! dengan puasa kita mampu mengontrol
hawa nafsu, dengan puasa kita akan lebih terjaga dari hal-hal yang
berbau maksiat, dengan berpuasa kita akan lebih banyak mengingat Allah.
Dan dengan itulah Allah juga akan membantu hamba-Nya yang
sungguh-sungguh dalam ketaatan kepada-Nya.
Untuk menjauhkan diri dari dorongan syahwat yang akan menjerumuskan
manusia dalam kemaksiatan, sebenarnya solusinya bukan hanya dengan
berpuasa, bisa dengan membiasakan pola hidup sehat, seperti olah raga.
Dengan olah raga tubuh akan mampu mengontrol hormon-hormon yang
bertanggung jawab terhadap peningkatan syahwat, karna nyatanya
meningkatnya syahwat bukan hanya karna dorongan nafsu syaithan tapi juga
karna adanya ketidakseimbangan hormone yang terdapat dalam tubuh
manusia.
Kemudian disusul dengan memperbanyak dzikrullah, berkumpul dengan
orang sholeh, baca qur’an dan maknanya, dan sholat malam. Ko jadi kaya
tombo ati ?
Yup.. bener banget, solusi ini emang diambil dari 5 perkara tombo
ati, bukan karna ga punya ide lagi buat nulis tapi segala bentuk
kemaksiatan pasti berakar pada hati yang berpenyakit. Rosulullah
bersabda: “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging.
Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak
pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Jadi jelas segala sesuatu yang ada pada diri kita bersumber dari
hati, jika hati kita baik maka apa yang kita lakukan adalah hal yang
baik, tapi jika hati berpenyakit maka apa yang kita lakukan adalah hal
yang buruk. Maka dari itu 5 perkara tombo ati ini sangat berpengaruh
untuk perbaikan hati yang akan berimbas pada baiknya seluruh jasad.
Wallahu a’lam bishshowab…
Ira Azhari, Pendidikan Matematika – Universitas Muhammadiyah Jakarta 2012/2013
sumber ; eramuslim.com