Virus
Itu Belum Ada Penawarnya
@DeeR
Zulfahmi
adalah seorang mahasiswa suatu universitas negeri ternama di daerah Bandung.
Dia masuk di jurusan kimia murni. Fahmi nama akrabnya ini masuk dengan
mengambil beasiswa karena keterbatasan ekonomi. Sebenarnya dia akan bekerja
ketika lulus SMA, akan tetapi kedua orang tuanya menginginkan dia untuk
melanjutkan. Tidak kuasa Fahmi menolak keinginan kedua orang tuanya, akhirnya dia
memberanikan diri mendaftar kuliah serta mengambil beasiswa masuk kuliah. Akhirnya
Fahmi pun diterima. Saat itu Fahmi sedang menjalani semester ketiganya. Selain kuliah
dia juga kerja sambilan sebagai pengajar les-lesan untuk anak SD. Walaupun
gajinya tidak seberapa tetapi setidaknya bisa sedikit meringankan beban kedua
orang tuanya. Selain itu dia juga ikut UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ada
di kampusnya. Dia ikut dalam lembaga dakwah kampus, yaitu organisasi Islam tapi
dia hanya ikut di tingkat fakultas. Fahmi baru mengenal lembaga dakwah ketika
dia duduk di kelas dua SMA. Disaat itulah dia mulai mempelajari Islam lebih
mendalam lagi. Awalnya Fahmi adalah anak yang kurang begitu mengenal islam
secara mendalam, karena keseharian Fahmi saat SMA hanya membantu kedua orang
tuanya dan belajar.
Dari
lembaga dakwah inilah kisah Fahmi dimulai. Dia mulai mendalami tentang islam.
Mulai dari dasar-dasar agama islam, Al-Qur’an, bahasa arab, dan lain-lain.
Ternyata dia juga mendalami tentang bagaimana berhubungan dengan lawan jenis
dalam islam. Hingga pada suatu saat, lembaga itu akan merekrut anggota baru
yang merupakan mahasiswa baru saat itu. Dan ternyata Fahmi menjadi anggota tim
yang mengurusi rekrutmen tersebut. Suatu ketika Fahmi sedang mengumpulkan semua
berkas data mahasiswa yang mendaftar anggota lembaga dakwah tersebut, tiba-tiba
dia menemukan berkas data dari akhwat (panggilan bagi saudara perempuan dan
dalam lembaga dakwah tersebut untuk anggota yang perempuan) di sekretariat
lembaga tersebut. Mungkin berkas tersebut tertinggal oleh akhwat yang bertugas.
Entah apa yang ada difikiran Fahmi saat itu, dia langsung mengambilnya dan
melihat-lihat berkas tersebut. Celakanya dalam berkas tersebut dilampirkan
biodata beserta foto calon pengurus.
Fahmi
semakin tertarik untuk melihat semuanya. Dibukalah satu persatu berkas tersebut.
Maksud hati dia hanya ingin tahu bagaimana seorang muslimah itu, akan tetapi
niatnya berubah karena ketertarikannya semakin kuat. Akhirnya dia berhenti pada
satu berkas. Dia melihat calon pengurus akhwat tersebut. Akhwat tersebut sangat
cantik parasnya dan dalam foto tersebut dia berfoto setengah badan dengan
menggunakan kerudung segi empat berwarna ungu. Beberapa saat Fahmi memandang
foto tersebut. Lalu dia membuka lembar kedua yang berisi biodata. Namanya
Amalia Zahra, nama panggilannya Zahra. Zahra berasal dari prodi kimia murni
yang ternyata sama dengan Fahmi. Berarti Zahra merupakan adik tingkat dari
Fahmi. Biodata tersebut juga tercantum nomor handphone Zahra, dan tidak berfikir panjang lagi Fahmi langsung
mencacat nomor handphone Zahra.
Betapa senang dan kagetnya Fahmi saat mengetahui kalau Zahra mendaftar di
bidang yang sama dengan Fahmi. Proses rekutmen pun berjalan, dan saat itu
memasuki tahap terakhir yaitu screening.
Pada fase terakhir ini, semua pendaftar ternyata diterima. Entah apa yang dirasakan
Fahmi, tapi dia begitu bahagia saat itu. Acara penyambutan anggota baru akan
dilaksanakan lima hari kemudian setelah pengumuman pada hari itu. Kepanitiaan
dibentuk dari anggota baru untuk meningkatkan kemampuan bergorganisasi mereka.
Dalam lima hari itu, setiap hari selalu diadakan syuro’ (nama rapat dalam
lembaga dakwah tersebut). Kebetulan Fahmi yang bertugas membagi setiap nama
kedalam sie-sie panitia acara tersebut. Fahmi juga bertugas untuk membimbing
dalam sie acara, oleh karena itu Fahmi menempatkan Zahra dalam sie acara.
Syuro’
pertama pun dilaksanakan. Zahra pun datang dengan antusias dalam syuro’ pertama
tersebut. Maklum baru pertama kali Zahra mengikuti suatu organisasi. Dia tidak
tahu bahwa pembimbingnya di sie acara menaruh hati padanya. Fahmi mulai
menyampaikan pengalamannya saat pernah menjadi panitia di acara yang serupa
tahun lalu. Suaranya yang lemah lembut dan cara pembawaannya yang menarik,
membuat suatu kekaguman tertentu di hati Zahra. Walau pun demikian, Zahra
adalah seorang muslimah yang sangat pandai menyembunyikan perasaannya. Zahra
bersikap biasa saja kepada Fahmi selayaknya junior dengan senior. Syuro’ di
hari kedua pun dilaksanakan. Dalam syuro’ kali ini, Fahmi akan memilih satu
laki-laki dan satu perempuan untuk menjadi koordinator. Dia memilih satu ikhwan
di sie acara tersebut dan untuk akhwat siapa lagi kalau bukan Zahra yang dia
pilih. Syuro’ ketiga dilaksanakan tetapi hanya untuk koordinator laki-laki
maupun yang perempuan. Zahra mengajak salah satu sie acara perempuan karena
takut kalau dia sendirian. Rapat kali ini untuk membahas tentang penetapan
acara, jadi merupakan keputusan akhir dari sie acara. Oleh sebab itu rapat kali
ini memakan banyak waktu. Setelah selesai rapat, Zahra bertanya tentang
pelaksanaan acara kepada Fahmi melalui SMS. Karena pembawaan Fahmi yang enak
diajak ngomong, Zahra semakin terbawa suasana dan perbincangan mereka pun
sampai jam sebelas malam. Esoknya adalah rapat koordinasi dari semua sie.
Setelah semua keputusan sudah disepakati, maka tinggal eksekusi acaranya. Dua
hari kemudian acara tersebut dilaksanakan. Akhirnya acara tersebut berjalan
sangat lancar. Bahkan sie acara mendapat banyak pujian atas keberhasilan acara.
Ada perasaan senang dan bangga di hati Zahra. Dia juga semakin kagum kepada
Fahmi karena bimbingannya sie acara bisa berhasil seperti ini. Hubungan mereka
pun tidak berhenti sampai disini. Mereka masih meneruskan SMSan setiap malam
dan sampai larut mereka SMSan.
Sampai
suatu malam, Fahmi sangat ingin
mengungkapkan perasaannya kepada Zahra. Akhirnya Fahmi mengungkapkan hal
itu. Akan tetapi respon lain dari Zahra. Dia sangat terkejut dan mengakhiri
SMSan malam itu secara tiba-tiba. Selama tiga hari Zahra tidak bisa dihubungi
oleh Fahmi. Pada suatu saat Fahmi berpapasan dengan Zahra, akan tetapi Zahra
langsung memalingkan wajahnya dari Fahmi. Keadaan seperti ini terus berlangsung
selama dua minggu. Setelah itu, Fahmi menekadkan diri untuk berusaha
menghubungi Zahra. Usaha itu berlanjut sampai pada kegiatan organisasi
keduanya. Karena Fahmi dan Zahra berada pada satu bidang yang sama, jadi Fahmi
mencoba memanfaatkannya. Suatu saat, Fahmi memberikan perintah untuk mengadakan
rapat, dan Fahmi hanya mengundang Zahra dan satu akhwat lagi serta satu ikhwan.
Mereka melaksanakan rapat dengan menggunakan hijab (batas untuk laki-laki dan
perempuan). Di tengah-tengah rapat, Fahmi mencoba mengirimkan pesan singkat
kepada Zahra yang berisi permintaan maaf. Akan tetapi hal tersebut tidak
membuahkan hasil. Zahra sama sekali tidak membalas SMS tersebut. Usaha tersebut akhirnya sia-sia. Namun, malam
itu Zahra tiba-tiba mengirim pesan kepada Fahmi. Zahra meminta maaf kepada
Fahmi dengan alasan yang tidak jelas.
Fahmi
dibuat gila oleh tingkah Zahra yang semakin membingungkan. Rasa itu semakin
mendalam tertanam di hati Fahmi. Meledak-ledak di dalam hatinya. Suatu hari,
Fahmi mencoba bertanya dan berkonsultasi dengan murrobi (guru dalam bahasa arab) di kampus. Murrobi Fahmi memberi saran kepada Fahmi;
“kalau
memang kamu sudah siap dalam materi lahir maupun batin, maka segera saja bilang
ke bapaknya tentang niat kamu. Akan tetapi, kalau belum siap mendingan kamu
mencintai dia dalam diam. Biarkan saja hanya kamu dan Allah yang tahu. Kalau
memang kamu mencintainya karena Allah, maka jaga dia sampai halal. Jangan
sampai kamu menyentuhnya sebelum halal.”
Namun, hal itu
belum bisa membuat Fahmi lega. Dia masih tetap ingin memilikinya sesegera
mungkin. Hari itu, tiba-tiba Zahra mengirim SMS ke Fahmi yang isinya
“Maaf mas, saya tidak bisa menjaga
itu. Jujur saya sudah masuk ke dalamnya”
“Maksud dek Zahra apa ya ?”, balas
Fahmi ingin tahu
“Semakin keras saya menolak, semakin
besar hal itu masuk ke hati saya mas”, jawab Zahra ambigu
“Jujur, mas belum paham apa yang
adek katakan”
Zahra tidak
langsung membalas SMS Fahmi tersebut. tetapi, sesaat kemudian Zahra menjawab;
“Saya juga menaruh hati pada mas.
sekarang kita sudah sama-sama basah, apa mas mau basah sekalian atau kita
keringkan mulai sekarang”
“J
, mas ingin kita sekalian basah. Kalau mau dikeringkan, mas yakin kita tidak
akan sepenuhnya kering”, jawab Fahmi penuh harap
“ J iya mas Fahmi. Tapi tidak boleh
ada pegangan tangan, boncengan apalagi berduaan. Setuju ya mas?. Oke ini sudah
malam mas, lebih baik saya akhiri. wassalamualaykum mas, semoga mimpi indah
ya?”
“iya dek insyaaAllah. Semoga adek
juga mimpi indah, wa”alaykumussalam J”.
Jawab Fahmi mengakhiri perbincangannya.
Semenjak obrolan malam itu, mereka
semakin dekat dan akrab. Bahkan hal ini awalnya berdampak baik bagi organisasi.
Terbukti bidang mereka dapat menyelesaikan satu per satu proker dengan
mengesankan. Sampai saat ini mereka masih bisa merahasiakan hubungan mereka
dari teman se-organisasi. Sehingga teman yang lain pun ikut merasakan perubahan
di bidangnya. akan tetapi, setiap malam mereka selalu ngobrol lewat SMSan
bahkan sering telefon. Hal itu sering sekali melewati jam malam untuk aktivis
dakwah. Suatu malam perbincangan mereka semakin intensif dan terkesan
berpacaran ;
“Assalamualaykum dek Zahra yang
cantik, lagi ngapain ?”, tanya Fahmi
“Wa’alaykumussalam mas Fahmi. Ih mas
bisa aja. Ini dek Zahra lagi belajar buat ujian besok mas. Do’ain ya semoga
dapet nilai yang bagus”
“Aamiin dek. Adek selalu ada kok
dalam setiap do’a mas. O iya dek, kan kita tidak boleh bersentuhan dan
berduaan. Kalau misal hanya panggilan sayang boleh tidak dek?”
“Menurut mas itu tidak apa-apa ?
“tenang saja dek, tidak apa-apa kok.
Menurut adek panggilan yang cocok untuk kita apa ya?”
“Abi sama umi ya mas. Pleaseee, adek
pengin panggilan itu. Hitung-hitung untuk latihan kalau sudah halal nanti mas.
Tapi panggilan itu hanya di SMS atau telefon saja ya mas. Boleh yaaa?
“boleh kok umi sayang, hehe”
“iiih, abi mencuri start nih. Udah
ya bi, udah malem umi ngantuk nih. Wassalamualaykum abi ku sayang”
“bobok yang manis ya mi,
wa’alaykumussalam cantik”, Fahmi mengakhiri perbincangan malam itu.
Lama kelamaan
kelakuan keduanya semakin tidak terkontrol. Suatu ketika, Fahmi pulang dengan
motornya. Di jalan, dia melihat Zahra yang jalan kaki dan terlihat kepanasan.
Tanpa berfikir panjang, Fahmi menawarkan diri untuk memboncengkan Zahra.
“Dek, mau kemana?”
“Mau pulang mas, ada apa mas?”
“Kayaknya adek kepanasan, yuk mas
anterin ke kos”
“beneran nih mas gapapa?”
“gapapa kok dek, kan darurat”
“yaudah mas, yuk”
Akhirnya Fahmi
mengantarkan Zahra pulang ke kosnya. Tetapi, hal tersebut dilihat oleh salah
satu teman organisasi Fahmi, yaitu Taufik. Taufik yang tidak mau berprasangka
buruk terhadap saudara muslimnya itu. Dia meminta bantuan kepada salah satu
akhwat yang dekat dengan Zahra untuk menyelidiki kebenarannya. Akhirnya,
setelah beberapa hari akhwat tersebut bilang kepada Taufik ternyata Zahra punya
hubungan khusus dengan Fahmi. Taufik pun membicarakan hal ini di kalangan
internal organisasi tentang cara mengingatkan mereka. Akhirnya Taufik dan
akhwat teman Zahra setuju untuk terus mengajak mereka mengikuti kajian pra
nikah yang diadakan didalam kampus maupun diluar kampus.
Singkat cerita, ternyata cara
tersebut terbilang manjur untuk mengingatkan Fahmi dan Zahra. Malam itu, mereka
memulai pembicaraan tentang hal tersebut;
“Assalamualaykum abi, “
“Wa’alaykumussalam umi, ada apa kok
malam-malam begini SMS abi?”
“Abi sering ikutan kajian pra nikah
kan?, ternyata yang kita lakukan selama ini salah bi. Semua ini diharamkan oleh
agama kita. Umi takut umi akan masuk neraka gara-gara hal ini”.
“iya mi, abi pun merasakan hal yang
sama. Abi juga baru sadar akhir-akhir ini. Lalu, kita harus seperti apa mi?”
“Mulai sekarang, hubungan kita ini
musthi selesai mas. Lupakan tentang janji-janji kita dulu. Sudah lama kita
terjerumus dan adek ingin kembali ke jalanNya. Mulai sekarang, kita jalani
hidup kita masing-masing mas. Kalau rasa itu tidak mau pergi, maka mas harus
menjaganya sampai waktunya nanti. Cinta dalam diam jauh lebih baik. Kalau cinta
mas karena Allah, mas tidak akan tega menyentuhku sampai waktunya nanti. Maaf
mas kalau kata-kata saya nyakitin mas. Tapi, yakinlah kalau ini yang terbaik
mas”
“ Iya dek mas paham. Tapi, adek mau
kan memaafkan mas atas semua yang mas lakukan terhadap adek?”
“Iya mas, adek sudah memaafkan mas.
Sekarang hubungan kita hanyalah senior dan junior serta teman dalam organisasi.
Sudah malam mas, saya harus mengakhirinya. Wassalamualaykum”
“Wa’alaykumussalam dek”
Semenjak malam
itu, keduanya sudah menjalani rutinitasnya masing-masing. Zahra semakin sibuk
di organisasi sedangkan Fahmi ada suatu hal yang dia kerjakan sehingga dia
tidak terlalu aktif di organisasi. Bahkan, dilihat dari segi akademik, keduanya
dapat menyentuh angka cumlaude dalam IP mereka. Mereka juga sering sekali
mengikuti kajian-kajian, walaupun berbeda tempat.
Saat ini, Fahmi sudah menginjak
semester lima sedangkan Zahra semester tiga. Mereka masih setia dan aktif pada
organisasi mereka. Namun, pada periode kepengurusan tahun ini mereka berbeda
bidang. Suatu saat, ketika Zahra pulang ke kampung halaman, dia dikejutkan oleh
tamu yang bertamu di rumahnya. Ternyata hari itu Fahmi beserta keluarganya
berkunjung ke rumah. Zahra pun dag dig
dug der dibuatnya. Ibu Zahra langsung menyuruh Zahra mandi dan ganti baju
serta ikut ke ruang tamu menjamu tamunya saat itu.
“Mas Fahmi? Kok tahu rumah saya ?
kesini sama keluarga besar juga?”
“Saya tahu dari temenmu dek. Iya nih
sama keluarga besar. Tadi niatnya mau jalan-jalan tapi sekalian mampir ke
rumahmu dek”
“Ouh gitu ya mas. Ini silakan
minumnya di minum. Pak, bu, silakan dicicipi. Maaf, hidangan di kampung ya
seperti ini”, sahut Zahra dengan lembut.
Fahmi, ibunya
dan ayahnya tersenyum riang. Seperti penasaran mereka atas Zahra terobati. Dan
tidak ada kekecewaan di wajah mereka. Lalu dalam keramaian percakapan diantara
mereka, ayah Fahmi berbicara:
“Bapak, ibu, seperti yang saya dan
sekeluarga katakan beberapa hari yang lalu ketika datang kesini. Kami bermaksud
untuk melamar putri ibu dan bapak. Apakah diterima?”
“Semua keputusan saya serahkan ke
putri saya, Zahra. Bagaimana nak, kamu sekarang dilamar oleh laki-laki yang menurut
bapak sangat baik, tampan dan yang pasti dia sholeh nak”
Zahra terdiam
terpaku seakan tidak percaya terhadap apa yang baru saja dia dengar. Tiba-tiba
dia menangis dan berlari ke kamarnya. Ibunya langsung menyusulnya ke kamar;
“Nak, kenapa kamu menangis?”
“kenapa ibu dan ayah tidak bilang
kalau mas Fahmi mau melamar saya, setidaknya saya bisa menyiapkan hati saya bu”
“Bapak dan ibu minta maaf ya nak.
Tapi, apa jawaban kamu atas lamaran itu?”
“Menurut ibu Zahra harus gimana bu?”
“Menurut ibu, diterima saja nak. Nak
Fahmi itu orangnya baik, sholeh, rajin, dan dia sudah punya usaha dan
insyaaAllah bisa menafkahimu nak. Bapakmu juga sudah setuju”
“Yaudah bu, kalau memang ayah dan
ibu merestuinya. Saya akan menerima mas Fahmi. Zahra juga sudah kenal sebelumnya
dengan mas Fahmi”
“kalau begitu, ini hapus dulu air
matanya. Lalu temui mereka dengan senyum dan sampaikan jawabanmu nak”, akhiri
ibunya sambil memberikan sehelai tisu pada Zahra.
Akhirnya Zahra
keluar dengan senyum sumringah alu duduk di dekat ayahnya dan berkata;
“Bismillah, Zahra menerima lamaran
dari mas Fahmi diatas restu Allah dan orang tua Zahra”, kata Zahra dengan suara
gemetar
“Alhamdulillah, jadi langsung saja
kita tentukan hari akad nikah dan walimahannya”, sahut ayah Fahmi dengan penuh
kegembiraan.
Sedangkan Fahmi
dan Zahra hanya tertunduk malu dan tidak berani untuk saling melihat.
Tiga
hari kemudian, akad nikah dilakukan dilakukan di masjid dekat rumah Zahra.
Setelah ijab itu, Fahmi tinggal di rumah Zahra untuk menyiapkan walimahan yang
adakn dilaksanakan dua minggu sekalian. Setiap harinya mereka sibuk mencari
referensi EO walimahan sampai menyiapkan undangan kepada teman-teman kampusnya.
Satu minggu kemudian sampailah undangan tersebut pada teman-temannya di
organisasi. Kebanyakan dari mereka terkejut dan tidak percaya kalau Fahmi dan
Zahra sudah resmi suami istri. Sampailah hari itu pada hari H walimahan. Banyak
sekali tamu undangan yang berdatangan begitu juga teman-teman organisasinya.
Mereka langsung memberikan selamat kepada Fahmi dan Zahra yang sudah jadi
pasangan halal. Bahkan, ada yang menyeletuk ingin segera punya keponakan dari
keduanya.
Hari-hari
Fahmi dan Zahra pun penuh dengan bunga-bunga cinta. Mereka berangkat ke kampus
bareng. Mereka sudah punya rumah sendiri di dekat kampus. Fahmi yang semakin
bersemangat menjalankan usaha konveksi yang bisa dibilang besar pennggalan dari
pamannya serta masih mengajar di les-lesan untuk anak SD. Ketika mereka mengikuti kegiatan organisasi,
mereka selalu bersama dan bergandengan tangan. Tentu saja hal tersebut membuat
teman-teman yang lain iri terhadap kemesraan mereka. Bahkan Zahra sering
cemburu ketika Fahmi melakukan syuro’ dengan teman dan akhwat yang lain. Jadi,
Zahra selalu ikut ketika suaminya syuro’ dengan akhwat lain walaupun mereka
berbeda bidang. Baik Fahmi maupun Zahra tidak menyangka sebelumnya tentang
skenario Allah yang begitu indah ini. Ternyata kata putus yang dulu terucap
berubah menjadi putuskan saja tanggal pernikahannya kita.